ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL
DENGAN GUSI BERDARAH dan
HEMORRHOIDS (WASIR)
Tugas
ini disusun untuk memenuhi tugas asuhan Kebidanan Kehamilan yang di amu oleh
Dosen Ike Hesti Puspasari,S,ST.
DISUSUN OLEH :
NOVIRIANTI ASTA
NINGRUM : 13241054
AKADEMI KEBIDANA
WIRA BUANA METRO
2013/2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada
Tuhan YME atas Rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
yang membahas tentang GUSI BERDARAH dan HEMMOROID pada kehamilan.Terima kasih
kami ucapkan kepada para pengajar atas bimbingan dan pendidikan yang diberikan
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Kami sadari makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Kritik dan saran yangmembangun dari semua pihak sangat kami
harapkan demi kesempurnaannya. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami yang sedang menempuh
pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran bagi teman-teman dan kami khususnya.
Metro,
Juni 2014
Ketidaknyamanan Gusi Berdarah
gusi berdarah pada ibu hamil sering terjadi
pada trimester kedua. hal ini terjdi karena peningkatan hormon estrogen yaitu
aliran darah ke rongga mulut dan mempercepat laju pergantian sel-sel pelapis
ephitelial gusi,vaskularisai gusi menjadi sangat tinggi dengan penyebaran
pembuluh darah halus,jaringan penghubung menjadi hiperplasi dan
edematous,ketebalan permukaan,ephitelial berkurang yang menyebabkan –jaringan
gusi menjadi rapuh.
cara
meringankan nya:
-
berkumur air hangat
-
memeriksakan gigi secara teratur
-
jaga kebersihan gigi
-
menggosok gigi dan flossing
tanda-tanda
bahaya :
-
ulserasi
-
timbulnya granuloma jika pendarahan
berlebihan
-
jika diikuti oleh tanda/gejala
kekurangan gii atau pre-eklamsia
GINGITIVIS/HYPERPLESIA
GRAVIDARUM
Perubahan keseimbangan hormonal dalam kehamilan berakibat pada gigi dan jaringan sekitarnya. Jaringan ikat gigi (gingiva) mengalami pembesaran (hiperplasia) yang berarti sel-selnya bertambah banyak dan pembuluh darah meningkat permeabilitasnya sehingga lebih mudah dirembesi penyakit.
Perubahan di jaringan sekitar gigi ini mirip dengan perubahan akibat radang sehingga keadaan ini disebut gingitivis/ hyperplesia gravidarum atau radang gusi pada kehamilan. Tanda-tanda adanya pembengkakan pada gusi, berwarna merah menyala terang dan mudah berdarah. Daya sanga jaringannya pun berkurang sehingga gigi goyang dan mudah tanggal.
Pembesaran gigi pada ibu hamil ini biasanya dimulai pada trisemester pertama sampai ketiga masa kehamilan. Keadaan ini disebabkan aktivitas hormonal yaitu hormon estrogen dan progesteron. Proses peradangan sendiri karena domi-nannya progesteron. Pembesaran gusi ini akan mengalami penurunan pada kehamilan bulan ke sembilan dan beberapa hari setelah melahir kan. Keadaannya akan kembali normal seperti sebelum hamil. Karena pembesaran gusi dapat mengenai semua tempat atau beberapa tempat. Akibatnya sisa-sisa makanan mudah me-nyelip dan akan mengubah kadar asam basa mulut. Jika terus menerus plak akan terbentuk hingga tercipta lubang pada gigi dan masalahnya sering ditemukan ibu-ibu hamil malas melakukan aktivitas termasuk gosok gigi untuk men-jaga kebersihan mulut dengan alasan bawaan bayi.
1. FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB
Faktor penyebab timbulnya gingitivis pada masa kehamilan ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu sekunder dan primer.
a. Penyebab Primer
Penyebab primer adalah iritasi lokal seperti plak (kalkulus/plak yang telah mengalami pengapuran), sisa-sisa makanan, tambalan yang kurang baik dan gigi tiruan yang kurang baik. Saat kehamilan terjadi perubahan dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut yang bisa disebabkan oleh timbulnya perasaan mual, muntah, takut ketika menggosok gigi karena timbulnya perdarahan pada gusi atau ibu terlalu lelah dengan kehamilannya sehingga malas menggosok gigi.
b. Penyebab Sekunder
Penyebab sekunder merupakan keadaan fisiologis yang menyebabkan perubahan keseimbangan hormonal terutama perubahan hormon estrogen dan progesteron.Peningkatan konsentrasi hormon pada kehamilan ini mempunyai efek bervariasi pada jaringan, di antaranya pelebaran pembuluh darah yang mengakibatkan bertambahnya aliran darah sehingga gusi menjadi lebih merah, bengkak, mudah mengalami perdarahan. Jika kebersihan mulut terpelihara dengan baik selama hamil maka perubahan mencolok pada jaring an gusi jarang terjadi.
2. KEADAAN KLINIS
Keadaan klinis jaringan gusi selama kehamilan tidak berbeda jauh dengan jaringan gusi wanita yang tidak hamil, di antaranya;
a. Warna gusi, jaringan gusi yang mengalami peradangan berwarna merah terang sampai kebiruan, kadang-kadang berwarna merah tua.
b. Kontur gusi, reaksi peradangan lebih banyak terlihat di daerah sela-sela gigi dan pinggiran gusi terlihat membulat.
c. Konsistensi, daerah sela gigi dan pinggiran gusi terlihat bengkak, halus dan mengkilat. Bagian gusi yang membengkak akan melekuk bila ditekan, lunak, dan lentur.
d. Risiko perdarahan, warna merah tua menandakan bertambahnya aliran darah, keadaan ini akan meningkatkan risiko perdarahan gusi.e. Luas peradangan, radang gusi pada masa kehamilan dapat terjadi secara lokal maupun menyeluruh. Proses peradangan dapat meluas sampai di bawah jaringan periodontal dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada struktur tersebut.
3. PENCEGAHAN
Sebagai tindakan pencegahan agar gingivitis selama masa kehamilan tidak terjadi, setiap ibu hamil harus memperhatikan kebersihan mulut di rumah atau pemeriksaan secara berkala oleh dokter gigi sehingga semua iritasi lokal selama kehamilan dapat terdeteksi lebih dini dan dapat dihilangkan secepat mungkin, Pada kehamilan bulan ketiga, ibu harus cukup vitamin yang mengandung zat kapur, karena gigi anak dalam kandungan mulai dibentuk pada bulan ketiga kehamilan. Jangan minum sembarang obat tanpa perintah dari dokter, karena ada obat-obat jenis tertentu yang mempengaruhi pertumbuhan gigi. Misalnya antibiotik jenis tetracyclin dapat menyebabkan gigi anak yang sedang dikandung menjadi berwarna kuning atau keabu-abuan dan rapuh. Maka obat yang harus diminum seijin dokter yang merawat.
4. PENANGGULANGAN
Tindakan penanggulangan atau perawatan radang gusi pada ibu hamil dibagi menjadi empat tahap.
a. Tahap jaringan lunak yaitu menghilangkan semua jenis iritasi lokal yang ada seperti plak, kalkulus, sisa ma-kanan, perbaikan tambalan dan perbaikan gigi tiruan yang kurang baik.
b. Tahap fungsional yaitu melakukan perbaikan fungsi gigi dan mulut seperti pembuatan tambalan pada gigi berlubang, pembuatan gigi tiruan dan lain-lain.
c. Tahap sistemik yaitu memperhatikan kesehatan ibu hamil secara menyeluruh, melakukan perawatan dan pencegahan gingivitis selama kehamilan.
d. Tahap pemeliharaan dilakukan untuk mencegah kambuhnya penyakit jaringan penyangga gigi (gusi) setelah perawatan. Tindakan yang dilakukan adalah pemeliharaan kebersihan mulut di rumah dan pemeriksaan secara periodik atau check up ke dokter.
Setiap wanita menikah yang bersiap hamil periksa gigi minimal sekali dalam setahun. Namun lebih baik jika sekurangnya dua kali dalam setahun paparnya. Sedangkan untuk pencegahan gingitivis selama kehamilan dapat dilakukan langkah-langkah seperti menyikat gigi minimal dilakukan dua kali sehari, misalnya sesudah makan dan menjelang tidur. Membersihkan sela-sela gigi yang tidak terjangkau oleh sikat gigi dengan benang gigi (dental floss) sehari sekali. Namun jika ibu hamil sering mengalami mual muntah di pagi hari, disarankan agar memperbanyak kumur dengan air untuk menetralisir rasa asam akibat muntahan atau dengan mengunyah permen karet tanpa gula. Selain itu jika menyikat gigi menyebabkan mual dan muntah bisa dilakukan kumur-kumur dengan air lalu menyikat tanpa pasta gigi lalu diringi berkumur menggunakan obat kumur yang bersifat antiplak dan mengandung fluor.
5. PENTINGNYA PERAWATAN GIGI
Seandainya terjadi kasus gigi berlubang bahkan hingga infeksi, disarankan tidak dilakukan tindakan mengkonsumsi minum obat pereda nyeri atau antibiotik sebab bisa membahayakan pertumbuhan janin. Bila gigi tersebut (yang rusak) sampai harus dicabut, pada umumnya dilakukan setelah bayi lahir. Karena pencabutan gigi bisa mengakibatkan risiko pada kehamilan. Pasalnya anestasi lokal yang diperlukan untuk pembiusan sebelum pencabutan dapat menyebabkan kandungan ber-kontraksi. Padahal pada usia kehamilan tiga bulan pertama dan tiga bulan terakhir kontraksi dapat menyebabkan keguguran atau lahir prematur.
Ibu hamil yang mengalami sakit gigi kronis atau berat berisiko untuk melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) karena pertumbuhannya terganggu, demikian menurut Heather Jaret, dari University of North Carolina di Chapel Hill, Amerika Serikat dalam presentasinya di Asosiasi Internasional untuk penelitian gigi. Sementara Dr. Steven Offenbacher, Direktur Center of Oral and Systemic Diseases di Universitas yang sama menjelaskan bahwa risiko tersebut sama kuatnya dengan risiko akibat merokok atau pemakaian alkohol.
Para ahli mencari hubungan antara penyaki di gusi dengan bayi beral lahir rendah, dengan melihat kejadian selama 5-6 tahun belakangan. Penelitian dilakukan dengan memeriksa kesehatan gigi dan mulut pada 850 wanita hamil, dengan usia dua puluh tahunan, sebelum usia kehamilan 26 minggu. Setelah itu diperiksa kembali dalam waktu 48 jam setelah persalinan. Penelitian ini juga memperhitungkan kontrol dan berbagai risiko, seperti umur, status merokoknya serta persalinan dini yang pernah dialami sebelumnya.
Penelitian itu menemukan bahwa peningkatan risiko dari bayi berat lahir rendah dan hambatan pertumbuhan janin terlihat kurang jika gangguan di gigi dan gusi memang ringan. Risiko itu menjadi signifikan jika penyakit giginya lebih berat.
Hubungan langsung antara penyakit gusi dan gigi mempengaruhi bayi memang belum diketahui dengan jelas, namun diperkirakan hal ini berhubungan dengan adanya respons terhadap bengkaknya gusi. Juga belum ada penelitian untuk membuktikan bahwa perawatan penyakit pada gusi dapat mengurangi efek negatif pada janin. Sekalipun begitu, dengan penelitian ini sebaiknya kita lebih memperhatikan kesehatan gigi dan mulut.
Perubahan keseimbangan hormonal dalam kehamilan berakibat pada gigi dan jaringan sekitarnya. Jaringan ikat gigi (gingiva) mengalami pembesaran (hiperplasia) yang berarti sel-selnya bertambah banyak dan pembuluh darah meningkat permeabilitasnya sehingga lebih mudah dirembesi penyakit.
Perubahan di jaringan sekitar gigi ini mirip dengan perubahan akibat radang sehingga keadaan ini disebut gingitivis/ hyperplesia gravidarum atau radang gusi pada kehamilan. Tanda-tanda adanya pembengkakan pada gusi, berwarna merah menyala terang dan mudah berdarah. Daya sanga jaringannya pun berkurang sehingga gigi goyang dan mudah tanggal.
Pembesaran gigi pada ibu hamil ini biasanya dimulai pada trisemester pertama sampai ketiga masa kehamilan. Keadaan ini disebabkan aktivitas hormonal yaitu hormon estrogen dan progesteron. Proses peradangan sendiri karena domi-nannya progesteron. Pembesaran gusi ini akan mengalami penurunan pada kehamilan bulan ke sembilan dan beberapa hari setelah melahir kan. Keadaannya akan kembali normal seperti sebelum hamil. Karena pembesaran gusi dapat mengenai semua tempat atau beberapa tempat. Akibatnya sisa-sisa makanan mudah me-nyelip dan akan mengubah kadar asam basa mulut. Jika terus menerus plak akan terbentuk hingga tercipta lubang pada gigi dan masalahnya sering ditemukan ibu-ibu hamil malas melakukan aktivitas termasuk gosok gigi untuk men-jaga kebersihan mulut dengan alasan bawaan bayi.
1. FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB
Faktor penyebab timbulnya gingitivis pada masa kehamilan ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu sekunder dan primer.
a. Penyebab Primer
Penyebab primer adalah iritasi lokal seperti plak (kalkulus/plak yang telah mengalami pengapuran), sisa-sisa makanan, tambalan yang kurang baik dan gigi tiruan yang kurang baik. Saat kehamilan terjadi perubahan dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut yang bisa disebabkan oleh timbulnya perasaan mual, muntah, takut ketika menggosok gigi karena timbulnya perdarahan pada gusi atau ibu terlalu lelah dengan kehamilannya sehingga malas menggosok gigi.
b. Penyebab Sekunder
Penyebab sekunder merupakan keadaan fisiologis yang menyebabkan perubahan keseimbangan hormonal terutama perubahan hormon estrogen dan progesteron.Peningkatan konsentrasi hormon pada kehamilan ini mempunyai efek bervariasi pada jaringan, di antaranya pelebaran pembuluh darah yang mengakibatkan bertambahnya aliran darah sehingga gusi menjadi lebih merah, bengkak, mudah mengalami perdarahan. Jika kebersihan mulut terpelihara dengan baik selama hamil maka perubahan mencolok pada jaring an gusi jarang terjadi.
2. KEADAAN KLINIS
Keadaan klinis jaringan gusi selama kehamilan tidak berbeda jauh dengan jaringan gusi wanita yang tidak hamil, di antaranya;
a. Warna gusi, jaringan gusi yang mengalami peradangan berwarna merah terang sampai kebiruan, kadang-kadang berwarna merah tua.
b. Kontur gusi, reaksi peradangan lebih banyak terlihat di daerah sela-sela gigi dan pinggiran gusi terlihat membulat.
c. Konsistensi, daerah sela gigi dan pinggiran gusi terlihat bengkak, halus dan mengkilat. Bagian gusi yang membengkak akan melekuk bila ditekan, lunak, dan lentur.
d. Risiko perdarahan, warna merah tua menandakan bertambahnya aliran darah, keadaan ini akan meningkatkan risiko perdarahan gusi.e. Luas peradangan, radang gusi pada masa kehamilan dapat terjadi secara lokal maupun menyeluruh. Proses peradangan dapat meluas sampai di bawah jaringan periodontal dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada struktur tersebut.
3. PENCEGAHAN
Sebagai tindakan pencegahan agar gingivitis selama masa kehamilan tidak terjadi, setiap ibu hamil harus memperhatikan kebersihan mulut di rumah atau pemeriksaan secara berkala oleh dokter gigi sehingga semua iritasi lokal selama kehamilan dapat terdeteksi lebih dini dan dapat dihilangkan secepat mungkin, Pada kehamilan bulan ketiga, ibu harus cukup vitamin yang mengandung zat kapur, karena gigi anak dalam kandungan mulai dibentuk pada bulan ketiga kehamilan. Jangan minum sembarang obat tanpa perintah dari dokter, karena ada obat-obat jenis tertentu yang mempengaruhi pertumbuhan gigi. Misalnya antibiotik jenis tetracyclin dapat menyebabkan gigi anak yang sedang dikandung menjadi berwarna kuning atau keabu-abuan dan rapuh. Maka obat yang harus diminum seijin dokter yang merawat.
4. PENANGGULANGAN
Tindakan penanggulangan atau perawatan radang gusi pada ibu hamil dibagi menjadi empat tahap.
a. Tahap jaringan lunak yaitu menghilangkan semua jenis iritasi lokal yang ada seperti plak, kalkulus, sisa ma-kanan, perbaikan tambalan dan perbaikan gigi tiruan yang kurang baik.
b. Tahap fungsional yaitu melakukan perbaikan fungsi gigi dan mulut seperti pembuatan tambalan pada gigi berlubang, pembuatan gigi tiruan dan lain-lain.
c. Tahap sistemik yaitu memperhatikan kesehatan ibu hamil secara menyeluruh, melakukan perawatan dan pencegahan gingivitis selama kehamilan.
d. Tahap pemeliharaan dilakukan untuk mencegah kambuhnya penyakit jaringan penyangga gigi (gusi) setelah perawatan. Tindakan yang dilakukan adalah pemeliharaan kebersihan mulut di rumah dan pemeriksaan secara periodik atau check up ke dokter.
Setiap wanita menikah yang bersiap hamil periksa gigi minimal sekali dalam setahun. Namun lebih baik jika sekurangnya dua kali dalam setahun paparnya. Sedangkan untuk pencegahan gingitivis selama kehamilan dapat dilakukan langkah-langkah seperti menyikat gigi minimal dilakukan dua kali sehari, misalnya sesudah makan dan menjelang tidur. Membersihkan sela-sela gigi yang tidak terjangkau oleh sikat gigi dengan benang gigi (dental floss) sehari sekali. Namun jika ibu hamil sering mengalami mual muntah di pagi hari, disarankan agar memperbanyak kumur dengan air untuk menetralisir rasa asam akibat muntahan atau dengan mengunyah permen karet tanpa gula. Selain itu jika menyikat gigi menyebabkan mual dan muntah bisa dilakukan kumur-kumur dengan air lalu menyikat tanpa pasta gigi lalu diringi berkumur menggunakan obat kumur yang bersifat antiplak dan mengandung fluor.
5. PENTINGNYA PERAWATAN GIGI
Seandainya terjadi kasus gigi berlubang bahkan hingga infeksi, disarankan tidak dilakukan tindakan mengkonsumsi minum obat pereda nyeri atau antibiotik sebab bisa membahayakan pertumbuhan janin. Bila gigi tersebut (yang rusak) sampai harus dicabut, pada umumnya dilakukan setelah bayi lahir. Karena pencabutan gigi bisa mengakibatkan risiko pada kehamilan. Pasalnya anestasi lokal yang diperlukan untuk pembiusan sebelum pencabutan dapat menyebabkan kandungan ber-kontraksi. Padahal pada usia kehamilan tiga bulan pertama dan tiga bulan terakhir kontraksi dapat menyebabkan keguguran atau lahir prematur.
Ibu hamil yang mengalami sakit gigi kronis atau berat berisiko untuk melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) karena pertumbuhannya terganggu, demikian menurut Heather Jaret, dari University of North Carolina di Chapel Hill, Amerika Serikat dalam presentasinya di Asosiasi Internasional untuk penelitian gigi. Sementara Dr. Steven Offenbacher, Direktur Center of Oral and Systemic Diseases di Universitas yang sama menjelaskan bahwa risiko tersebut sama kuatnya dengan risiko akibat merokok atau pemakaian alkohol.
Para ahli mencari hubungan antara penyaki di gusi dengan bayi beral lahir rendah, dengan melihat kejadian selama 5-6 tahun belakangan. Penelitian dilakukan dengan memeriksa kesehatan gigi dan mulut pada 850 wanita hamil, dengan usia dua puluh tahunan, sebelum usia kehamilan 26 minggu. Setelah itu diperiksa kembali dalam waktu 48 jam setelah persalinan. Penelitian ini juga memperhitungkan kontrol dan berbagai risiko, seperti umur, status merokoknya serta persalinan dini yang pernah dialami sebelumnya.
Penelitian itu menemukan bahwa peningkatan risiko dari bayi berat lahir rendah dan hambatan pertumbuhan janin terlihat kurang jika gangguan di gigi dan gusi memang ringan. Risiko itu menjadi signifikan jika penyakit giginya lebih berat.
Hubungan langsung antara penyakit gusi dan gigi mempengaruhi bayi memang belum diketahui dengan jelas, namun diperkirakan hal ini berhubungan dengan adanya respons terhadap bengkaknya gusi. Juga belum ada penelitian untuk membuktikan bahwa perawatan penyakit pada gusi dapat mengurangi efek negatif pada janin. Sekalipun begitu, dengan penelitian ini sebaiknya kita lebih memperhatikan kesehatan gigi dan mulut.
Data Subjektif
|
Data Objektif
|
-Ibu
mengatakan masih dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari
-ibu
mengatakan mengalami luka terbuka pada tungkai kakinya
|
-
ibu tampak masih dalam keadaan komposmentis
-ibu
tampak memiliki luka terbuka pada tungkai kakinya
|
Hemmoroid
1. Pengertian hemoroid
Hemoroid berasal dari kata haima
yang berarti darah dan rheo yang berarti mengalir, sehingga pengertian hemoroid
secara harfiah adalah darah yang mengalir. Namun secara klinis diartikan
sebagai pelebaran vasa/vena didalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan
keadaan patologik. tetapi akan menjadi patologik apabila tidak mendapat
penanganan/pengobatan yang baik. Hemoroid tidak hanya sekedar pelebaran vasa
saja, tetapi juga diikuti oleh penambahan jaringan disekitar vasa atau vena.
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.
2. Penyebab hemoroid
Berbagai penyebab yang dipercaya
menimbulkan terjadinya hemoroid, antara lain sebagai berikut :
a.
BAB dengan
posisi jongkok yang terlalu lama. Hal ini akan meningkatkan tekanan vena yang akhirnya mengakibatkan pelebaran vena.
Sedangkan BAB dengan posisi duduk yang terlalu lama merupakan factor resiko
hernia, karena saat duduk pintu hernia dapat menekan.
b. Obtipasi
atau konstipasi kronis, konstipasi adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami kesulitan saat Buang Air Besar (BAB) sehingga terkadang harus
mengejan dikarenakan feses yang mengeras, berbau lebih busuk dan berwarna lebih
gelap dari biasanya dan frekwensi BAB lebih dari 3 hari sekali. Pada obstipasi
atau konstipasi kronis diperlukan waktu mengejan yang lama. Hal ini
mengakibatkan peregangan muskulus sphincter ani terjadi berulang kali, dan
semakin lama penderita mengejan maka akan membuat peregangannya bertambah
buruk.
c.
Tekanan
darah (Aliran balik venosa), seperti pada hipertensi portal akibat sirosis
hepatis. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior,media dan
inferior, sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik
ke vena-vena ini dan mengakibatkan hemoroid.
d. Faktor
pekerjaan. Orang yang harus berdiri,duduk lama, atau harus menggangkat barang
berat mempunyai predisposisi untuk terkena hemoroid.
e.
Olah raga
berat adalah olahraga yang mengandalkan kekuatan fisik. Yang termasuk olahraga
berat antara lain mengangkat beban berat/angkat besi, bersepeda, berkuda,
latihan pernapasan, memanah, dan berenang. Seseorang dengan kegiatan
berolahraga yang terlalu berat seperti mengangkat beban berat/angkat besi,
bersepeda, berkuda, latihan pernapasan lebih dari 3 kali seminggu dengan waktu
lebih dari 30 menit akan menyebabkan peregangan . sphincter ani terjadi
berulang kali, dan semakin lama penderita mengejan maka akan membuat
peregangannya
bertambah buruk.
f.
Diet rendah
serat sehingga menimbulkan obstipasi.
3. Manifestasi klinis
1. Pembengkakan
pada area anus
2. Timbulnya
rasa gatal dan nyeri
3. Perdarahan pada faeces berwarna merah terang.
4. Keluar selaput lendir
5. Prolaps
6. Duduk berjam-jam di WC.
4. Klasifikasi hemoroid
Secara garis besar hemoroid bisa
dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
a) Hemoroid
ekternal merupakan varies vena hemoroidalis inferior.
b) Hemoroid
internal merupakan varies vena hemoroidalis superior dan media.
Sedangkan hemoroid interna dibagi menjadi 4 derajat, yaitu:
a.
Derajat I
Terjadi varises / pelebaran vena
tetapi belum ada benjolan / prolaps saat defekasi, walaupun defekasi dengan
sekuat tenaga. Derajat I dapat diketahui melalui adanya perdarahan melalui
sigmiodoskopi.
b. Derajat II
Adanya perdarahan dan prolaps
jaringan diluar anus saat mengejan selama defekasi berlangsung, tapi prolaps
ini dapat kembali secara spontan.
c.
Derajat III
Sama dengan derajat II, hanya saja
prolapsus tidak dapat kembali secara spontan dan harus didorong (reposisi
manual).
d. Derajat IV
Prolapsus tidak dapat direduksi
/ inkarserasi. Benjolan / prolapsus
dapat terjepit diluar, dapat mengalami iritasi, inflamasi, oedema,
dan ulserasi, sehingga saat hal ini
terjadi baru timbul rasa
5. Patofisiologi
Hemoroid
adalah bagian normal dari anorektal manusia dan berasal dari bantalan jaringan
ikat subepitelial di dalam kanalis analis. Sejak berada didalam kandungan,
bantalan tersebut mengelilingi mengelilingi dan mendukung anastomosis
distal antara a. rectalis superiordenganv.rectalis superior, media, dan
inferior. Bantalan tersebut sebagian besar disusun oleh lapisan otot halus
subepitelial. Jaringan hemoroid normalmenimbulkan tekanan didalam anus sebesar 15-20
% dari keseluruhan tekanan anus pada saat istirahat (tidak ada
aktivitas apapun) dan memberikan
informasi sensoris penting yang memungkinkan anus untuk dapat memberikan
presepsi berbeda antara zat padat, cair, dan gas.Pada umumnya, setiap orang
memiliki 3 bantalan jaringan ikat subepitelial pada anus. Bantalan – bantalan
tersebut merupakan posisi-posisi dimana hemoroid bias terjadi. Ada 3 posisi
utama, yaitu: jam 3 (lateral kiri), jam 7 (posterior kanan), dan jam 11
(anterior kanan). Sebenarnya hemoroid dapat juga menunjuk pada posisi lain,
atau bahkan dapat sirkuler, namun hal ini jarang terjadi. Mengenai jam
tersebut, pemberian angka angka berdasarkan kesepakatan: angka 6 (jam 6)
menunjukan arah posterior / belakang, angka 12 (jam 12) menunjukan arah
anterior / depan, angka 3 (jam 3) menunjukan arah kiri, angka 9 (jam 9)
menunjukan arah kanan. Dengan pedoman tersebut kita bisa tentukan arah jam
lainnya. Secara umum gejala hemoroid timbul ketika hemoroid tersebut menjadi
besar, inflamasi, trombosis, atau bahkan prolaps. Adanya pembengkakan abnormal
pada bantalan anus menyebabkan dilatasi dan pembengkakan pleksus arterivenous.
Hal ini mengakibatkan peregangan otot suspensorium dan terjadi prolaps jaringan
rectum melalui kanalis analis. Mukosa anus yang berwarna merah terang karena
kaya akan oksigen yang terkandung di dalam anastomosis arterivenous.
6. Penatalaksanaan
1. Terapi
konservatif
a) Pengelolaan
dan modifikasi diet Diet berserat, buah-buahan dan sayuran, dan intake air
ditingkatkan. Diet serat yang dimaksud adalah diet dengan kandungan selulosa
yang tinggi. Selulosa tidak mampu dicerna oleh tubuh tetapi selulosa bersifat
menyerap air sehingga feses menjadi lunak. Makanan-makanan tersebut menyebabkan
gumpalan isi usus menjadi besar namun lunak sehingga mempermudah defekasi dan
mengurangi keharusan mengejan secara berlebihan.
b) Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan bagi
pasien dengan hemoroid derajat awal. Obat-obatan yang sering digunakan adalah:
a.
Stool
Softener, untuk mencegahkonstipasi sehingga mengurangi kebiasaan mengejan,
misalnya Docusate Sodium.
b. Anestetik
topikal, untuk mengurangi rasa nyeri, misalnya Liidocaine ointmenti 5%
(Lidoderm, Dermaflex). Yang penting untuk diperhatikan adalah penggunaan obat-obatan
topikal per rectal dapat menimbulkan efek samping sistematik.
c.
Mild
astringent, untuk mengurangi rasa gatal pada daerah perianal yang
timbul akibat iritasi karena kelembaban yang terus-menerus dan rangsangan usus,
misalnya Hamamelis water (Witch Hazel)
d. Analgesik,
untuk mengatasi rasanyeri, misalnya Acetaminophen (Tylenol, Aspirin Free Anacin
dan Feverall) yang merupakan obat anti nyeri pilihan bagi pasien yang memiliki
hiperensitifitas terhadap aspirin atau NSAID, atau pasien dengan penyakit
saluran pencernaan bagian atas atau pasien yang sedang mengkonsumsi
antikoagulan oral.
e.
Laxantina
ringan atau berak darah (hematoscezia). Obat supositorial anti hemoroid masih
diragukan khasiatnya karena hasil yang mampu dicapai hanya sedikit. Obat
terbaru di pasaran adalah Ardium. Obat ini mampu mengecilkan hemoroid setelah
dikonsumsi beberapa bulan. Namun bila konsumsi berhenti maka hemoroid tersebut
akan kambuh lagi.
2. Terapi
Tindakan Non Operatif Elektif
a) Skleroterapi
Vasa darah yang mengalami varises
disuntik Phenol 5 % dalam minyak nabati sehingga terjadi nekrosis lalu
fibrosis. Akibatnya, vasa darah yang menggelembung akan berkontraksi /
mengecil. Untuk itu injeksi dilakukan ke dalam submukosa pada jaringan ikat
longgar di atas hemoroid interna agar terjadi inflamasi dan berakhir dengan
fibrosis. Untuk menghindari nyeri yang hebat, suntikan harus di atas
mucocutaneus juction (1-2 ml bahan diinjeksikankekuadran simptomatik dengan
alat hemoroid panjang dengan bantuan anoskopi). Komplikasi : infeksi, prostitis
akut dan reaksi hipersensitifitas terhadap bahan yang disuntikan. Skleroterapi
dan diet serat merupakan terapi baik untuk derajat 1 dan 4.
b) Ligasi
dengan cincin karet (Rubber band Ligation) Teknik ini diperkenalkan oleh Baron
pada tahun 1963 dan biasa dilakukan untuk hemoroid yang besar atau yang
mengalami prolaps. Tonjolan ditarik dan pangkalnya (mukosa pleksus
hemoroidalis) diikat denga cincin karet. Akibatnya timbul iskemik yang menjadi
nekrosis dan akhirnya terlepas. Pada bekasnya akanmengalami fibrosis dalam
beberapa hari. Pada satu
kali terapi hanya diikat satu kompleks hemoroid sedangkan ligasi
selanjutnya dilakukan dalam jangka waktu dua sampai empat minggu. Komplikasi
yang mungkin timbul adalah nyeri yang hebat terutama pada ligasi mucocutaneus
junction yang kaya reseptor sensorik dan terjadi perdarahan saat polip lepas
atau nekrosis (7 sampai 10 hari) setelah ligasi.
c) Bedah Beku
(Cryosurgery) Tonjolan hemoroid dibekukan dengan CO2 atu NO2 sehingga terjadi
nekrosis dan akhirnya fibrosis. Terapi ini jarang dipakai karena mukosa yang
akan dibekukan (dibuat nekrosis) sukar untuk ditentukan luasnya. Cara ini cocok
untuk terapi paliatif pada karsinoma recti inoperabel.
d) IRC (Infra
Red Cauter)
Tonjolan hemoroid dicauter /
dilelehkan dengan infra merah. Sehingga terjadilah nekrosis dan akhirnya
fibrosisTerapi ini diulang tiap seminggu sekali.
3. Terapi
Operatif
1) Hemoroidektomi
Banyak pasien yang sebenarnya belum memerlukan operasi minta untuk dilakukan
hemoroidektomi. Biasanya jika ingin masuk militer, pasien meminta dokter untuk
menjalankan operasi ini. Indikasi operasi untuk hemoroid adalah sebagai
berikut:
a) Gejala
kronik derajat 3 atau 4.
b) Perdarahan
kronik yang tidak berhasil dengan terapi sederhana.
c) Hemoroid
derajat 4 dengan nyeri akut dan trombosis serta gangren.
prinsip hemoroidektomi :
a.Eksisi
hanya pada jaringanyang benar-benar berlebih.
b.Eksisi sehemat mungkin dilakukan sehingga
anoedema dan kulit normal tidak
terganggu Spinchter ani.
2) Stapled
Hermorrhoid Surgery (Procedure for prolapse and hemorrhoids/ PPH)
Prosedur penanganan hemoroid ini
terhitung baru karena baru dikembangkan sekitar tahun 1990-an. Prinsip dari PPH
adalah mempertahankan fungsi jaringan hemoroid serta
mengembalikan jaringan ke posisi semula. Jaringan hemoroid ini sebenarnya masih
diperlukan sebagai bantalan saat BAB sehingga tidak perlu dibuang semua.
Prosedur tidak bisa diterapi secara konservatif maupun terapi nonoperatif.
Komplikasi
Perdarahan akut pada umumnya jarang,
hanya terjadi apabila yang pecah adalah pembuluh darah besar. Hemoroid dapat
membentuk pintasan portal sistemik pada hipertensi portal dan
apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan maka darah dapat sangat
banyak. Perdarahan akut semacam ini dapat menyebabkan syok hipovolemik.
Sedangkan perdarahan kronis menyebabkan terjadinya anemia, karena jumlah eritrosit
yang diproduksi tidak bisa mengimbangi jumlah yangkeluar. Sering pasien datang
dengan Hb 3-4. pada pasien ini penanganannya tidak langsung operasi tetapi
ditunggu sampai Hb pasien menjadi 10. prolaps hemoroid interna dapat menjadi
ireponibel, terjadi inkarserasi ( prolaps & terjepit diluar ) kemudian
diikuti infeksi sampai terjadi sepsis. Sebelum terjadi iskemik dapat terjadi
gangren dulu dengan bau yang menyengat.
Data
Subyektif
|
Data
Obyektif
|
-ibu
mengatakan nyeri saat BAB
-ibu
mengatakan BAB 2 hari 1x dengan konsistensi keras
-ibu
mengatakan merasa lemas
|
-wajah
pucat,kesakitan,dan derajat 3
-konsistensi
keras,kliien lemas,anus kemerahan
-aktivitas
dibantu oleh keluarga
|
DAFTAR
PUSTAKA
Bobak, 2004, Buku Ajar Keperawatan Maternitas,
edisi 4. EGC. Jakarta
Derek Llewellylyn-Jones, 2005, Setiap Wanita (panduan Terlengkap Tentang Kesehatan, Kebidanan & Kandungan, PT Delpratasa Publishing
Varney, Kriebs, Gegor. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.
http://www.beginnerbaby.com/blog/images/smile.jpg
Derek Llewellylyn-Jones, 2005, Setiap Wanita (panduan Terlengkap Tentang Kesehatan, Kebidanan & Kandungan, PT Delpratasa Publishing
Varney, Kriebs, Gegor. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.
http://www.beginnerbaby.com/blog/images/smile.jpg
http://keperawatanprofesionalislami.blogspot.com/2012/12/askep-gangguan-pencernaan-hemoroid.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar