Selasa, 08 Juli 2014

berharap kalian kan menyayangiku setelah kepergianku..


KEPERGIAN TERINDAH

            “bangun..udah pagi,tidur terus kerjaanya,adik-adikmumu saja sudah bangun sejak tadi”teriak mami yang pagi-pagi sudah menggedor pintu kamarku,
            “iya ma.. maaf,semalam ana begadang ngerjain tugas,jadi kesiangan.”jawab ana meminta maaf sembari membuka pintu kamarnya dengan mengusap-usap matanya yang masih lengket itu
            “ala..alasan saja. sudah,buruan nyuci,nyapu dan ngepel,masih banyak juga baju numpuk belum disetrika..”
            “lho..bi inah kemana ma??”
            “kok kamu jadi manja gitu sih ana,itu semua ya tugas kamu..jangan mau enak sendiri ya” bentak seorang ibu terhadap anaknya yang baru bangun itu
            “iya ma,maaf..ana akan segera melakukan semua itu”
            “bagus,ga usah lelet ya”ujarnya sembari berjalan pergi
 ana adalah anak pertama dari tiga bersaudara yang tinggal dirumah itu,papa dan mamanya memang tidak pernah menyukainya,bahkan difat itu  menurun pada adik-adik ana,ani dan eni yang masih duduk di bangku SMA dan SMP.
 terlahir dengan keadaan tidak normal pasti bukan menjadi keinginan setiap orang,hal inilah yang dirasakan oleh ana,gadis berusia 20 tahun yang tengah duduk dibangku kuliah dengan jurusan biologinya.
 menjalani kehidupan layaknya pembantu di rumah sendiri sudah menjadi hal yang lumrah bagi ana. sudah menjadi hal yang biasa bagi ana dihina dan dicaci di keluarganya sendiri. mendapatkan kasih sayang dari orang tua nya pun tidak pernah,bi inah justru yang menjadi pengganti orang tua ana baginya,karna hanya bi inah yang menyayangi ana sepenuh hati.
 ana terlahir dengan satu kaki,dan hal itu membuat malu kedua orang tuanya. papa dan mamanya yang setiap kali mengadakan pertemuan dan acara selalu menyembunyika ana dan melarang ana keluar kamar.
            “ma..nanti ana pake gaun yang mana ya di acara mama dan papa?”
            “gaun? siapa yang mengijinkan kamu keluar  kamar? kamu tetap di kamar saja,tidak boleh keluar-keluar. malu-maluin saja”
            “iya,gadis cacat dan buruk rupa kaya kakak itu pasti bakal malu-maluin di acara mama dan papa nantinya,mending ga usah keluar-keluar deh” timpa ani yang semakin mengiris hati ana
            “tapi kakak mau ngebantuin bi inah nanti di acara mama dan papa,pasti banyak tamu kan,kasian bi inah sendirian”
            “kak...kalau cacat ya cacat aja,ga usas sok normal,justru karna banyak tamu undangan itu,mama dan papa akan semakin malu kalau punya anak macam kakak,berdiri aja musti pake tongkat,apalagi mau bantuin bi inah”
            “sudah ani,kita harus segera bersiap untuk menyambut tamu-tamu undangan yang datang,panggil adikmu eni.” ujar mama ana seraya meninggalkan ruang tengah yang tak pernah diikuti ana sewaktu keluaarga nya berkumpul.
 rumah ana saat itu ramai sekali,terlihat tamu undangan berdatangan ke rumahnya dengan pakaian yang mewah dan bagus-bagus,maklumlah jika orang kaya sedang punya acara. ana hanya mampu melihat semua itu dari kaca jendela kamarnya yang bening hingga tampak setiap orang yang turun dari mobilnya dan memasuki rumah ana.
 selama ini ana hanya dikucilkan,tak pernah di anggap sebagai anak sendiri,bahkan bi inah pernah bercerita pada ana bahwa sewaktu masih bayi,orang tua ana berniat membuang ana.
            “non..dulu waktu non ana masih bayi,tuan dan nyonya sempat ingin membuang non ana,namun hal itu kepergok oleh nenek non ana yang saat itu massih hidup,jadi tua dan nyonya tidak jadi membuang non ana.”
            “mungkin mereka malu bi,punya anak kaya aku..wajar kalau mereka lebih sayang pada ani dan eni,mereka cantik-cantik,normal dan tidak cacat seperti aku bi.aku hanya bikin malu orang tua saja bi,” ana mulai meneteskan air matanya dipelukan bi inah
            “non..jangan bilang begitu,non itu cantik kok,hanya saja mereka memandang non ana sebelah mata. non yang sabar ya non..”ujar bi inah sembari mengelus-elus kepala ana
***
            “ana.. bersihin ruang tamu ya,tamu-tamu udah pada pulang tuh,di pel nanti jangan lupa” teriak mama ana menyuruh ana
            “iya ma,” jawab ana seraya keluar kamar dan berjalan dengan disangga tongkat yang tak pernah lepas dari tanganya
            “makanan-makanan ini disimpan dikulkas,untuk kamu dan bi inah sudah di siapkan sendiri”
            “makasih ya ma..” ucap ana senang
 setelah melihat makanan yang disediakan mamanya untuknya,ana hanya terdiam dan mengelus dada,karna dia duga makanan yang akan diberikan padanya adalah makanan yang enak-enak seperti yang di suguhkan untuk tamu-tamu tadi,rupanya kebalikanya,makanan yang mungkin tak begitu layak untuk ana sebagai anak dari Tuan Irfan dan Nyonya irma terserbut.
            “bi.. nanti ana buatin mie instan aja ya,”
            “non ana,tidak perlu repot-repot untuk membuatkan saya mie,kan kita sudah biasa untuk makan makanan yang seperti itu,”
            “tapi kan bi..mau sampai kapan begini terus? kenapa kita makan makanan ini sedangkan mereka makan makanan yang jauh lebih mewah dari ini,ini kan ga adil bi..”
            “nanti ada saatnya ya non,tunggu saja,non yang sabar..”
***
 sejak TK,ana tidak pernah didampingi oleh kedua orang tuanya mengambil rapor dan apapun urusan sekolah ana. selalu bi inah yang mendampingi ana,orang tua ana hanya mau untuk mendampingi ani dan eni saja. hal itu sudah biasa untuk ana.
 uang bayaran untuk ana saja,ana harus meminta secara mati-matian kepada orang tua nya,padahal hal itu sudah sewajarnya dan menjadi hak seorang anak. namun ini justru miris,karna orang tua ana seperti tak mau untuk mengurusi ana.
            “bi..hari ini aku lomba main biola,doain aku ya bi.. semoga menang,siapa tau mama dan papa bisa berubah sikapnya padaku dengan prestasiku”pamit ana pada bi inah
            “iya non..non pasti bisa,semangat ya non.. bi inah selalu mendoakan yang terbaik untuk non ana”
            “makasih ya bi..aku sayang bi inah”
            “bibi dah anggep non ana sebagai anak bi inah sendiri non” bi inah mencium kening ana yang sudah bersiap untuk berangkat lomba
 untuk pamit kepada orang tuanya saja ana tidak sempat lagi karna mamnya mendampingi ani yang hari ini juga tengah lomba balet dan eni di dampingi papanya untuk lomba menyanyi di sekolahnya. mereka sudah tampak sibuk sendiri-sendiri.
 dengan penuh keyakinan dan keteguhan hati,ana yang berjalan dengan dibantu tongkat tuanya itu mulai melangkahkan kaki dan tongkatnya di atas panggung yang di hadiri oleh ratusan orang. tongkat yang biasanya sering disembunyikan oleh adik-adiknya dan sering di buang itu tak pernah bosan menemani ana kemanapun ana beranjak. melihat ana yang cacat dan buruk rupa,tampaknya penonton tak bersemangat dan tidak yakin akan keahlian ana. ana terlihat begitu gemetar dan hampir putus asa,tidak ada dukungan untuknya kecuali dari guru les nya yang melambai-lambaikan tangan di sudut pintu masuk untuk memberi semangat pada ana.
 ana tersenyum dan mulai memainkan biolanya,suara penonton yang awalnya ricuh dan berisik itu bisa terdiam seketika mendengar alunan biola yang di bawakan oleh ana,seolah ana mampu untuk menghipnotis semua telinga yang hadir di sana.bulir-bulir air mulai mengalir dari muara mata ana,seberat penderitaan yang dia alami,dengan penuh hati dia membawakan alunan nya,dia membayangkan ketika mama dan papanya hadir di ruangan itu dan duduk dibangku paling depan untuk memberinya semangat.
 alunan ana pun terhenti,suasana sunyi melanda ruangan besar itu,berpasang-pasang mata tertuju pada sosok gedis yang disorot dengan lampu terang di tengah panggung yang tengah memegang biolanya. tak berapa lama terdengar riuh tepuk tangan yang meriah,semua yang hadir di sana berdiri dan bersimpati pada ana.
 tak heran jika ana yang meraih piala kejuaraan di perlombaan itu. dan dengan bangganya,ana ingin menunjukkan kemenanganya pada keluarganya,ana meletakkan pialanya di meja sudut ruang tamu.
 namun kenyataanya berkata lain,ana justru harus menanggung imbas dari niat baiknya sendiri.
            “apa maksud kamu memajang piala di meja sudut ruang tamu??”tegur papa pada ana
            “ana juara pa,ana menang lomba biola hari ini”
            “anak ga sopan,kamu itu seharusnya bisa mengerti perasaan adik-adik kamu. bukanya menghina kekalahan mereka dengan cara seperti ini”tambah mama
            “apa kamu gila? kamu tidak menghargai adik-adik kamu yang hari ini kalah dengan perlombaannya,sedangkan kamu memamerkan piala kamu di depan. buat apa kamu kuliah kalau tatanan pikiran kamu seperti orang idiot?”
            “bukanya gitu pa,tapi..”tiba-tiba suara ana terhenti karna mendengar suara yang mengganggu telinganya
            “pranggg....”
 ana segera meraih tongkatnya dan menuju sumber suara benda jatuh yang mengusiknya tersebut,dilihantnya piala yang indah dan berkilauan yang dia letakkan di meja sudut ruangan itu telah hancur berkeping-keping. belum ada satu jam ana memiliki piala itu,namun sudah harus remuk menjadi hancur.
 ani yang membanting piala ana,karna ani kesal dia tidak menang di perlombaanya,sedangkan ana selalu saja bernasib baik. namun bukan berarti ana akan mendapat belass kasihan dari orang tuanya,hal ini justru semakin menyudutkan dirinya sendiri.
 ana hanya bisa meratapi nasibnya dan mengumpulkan puing-puing pialanya yang dia dapatkan dengan penuh perjuangan yang tak memiliki harga di mata keluarganya. ana masuk ke kamarnya dan bersujud dengan menengadahkan kedua tanganya
            “ya Allah.. ampuni lah ana,ampuni ana karna ana udah buat keluarga ana kecewa,mungkin ga seharusnya ana menunjukkan kemenangan ana kepada mereka. sampai kapan ana seperti ini? ana tersiksa ya Allah..
kadang ana iri sama teman-teman ana yang lain,merek yang jauh dan tidak tinggal satu atap dengan orang tuanya saja bisa saling menyayangi,menghubungi,orang tua mereka selalu mendengarkan cerita mereka,liburan bersama,dan berkumpul keluarga.
 paman ana yang sejak ana kecil menyayanginya,kini sudah berubah drastis sejak dia menikah dengan seorang perempuan yang judes sifatnya.
sudah tidak ada lagi yang menyayangi ana,ana serasa hidup sebatang kara saja. apa salah ana?? apa karna ana cacat? ana jelek? ana juga tidak pernah mau untuk dilahirkan dengan kondisi seperti ini,jika ana boleh meminta juga ana ingin agar dilahirkan normal seperti anak-anak yang lainnya” rintihan dari seorang gadis malang ini memilukan setiap hati yang mendengarnya
***
            “brakk....”tangan Tuan Irfan yang dihentakkan ke meja ruangan nya itu mengegerkan suasana rumah yang tak pernah damai itu
            “udahlah pa.. kita pasti bisa melunasi semua hutang-hutang itu. kita cari jalan kelurnya pa..” ujar Nyonya irma menenangkan suaminya
            “bagaimana mungkin ma? uang dari mana 5 milyar dalam waktu 3 hari?”
            “mama juga bingung pa..”
            “mau tinggal di mana kita nanti?”
            “mama ga mau jadi gembel pa..”
 ternyata keluarga ana sedang dililit hutang dengan perusahaan lain. dan apabila dalam waktu 3 hari hutang mereka tidak dilunasi,maka semua akan disita oleh bank,dari rumah sampai saham mereka akan ludes.
            “ini pasti karna kak ana,keluarga kita yang kena sial. liat tuh,mama sama papa jadi susah kan..”ujar ani menghujat an
            “mungkin kalau ga ada kak ana di rumah ini,kita ga akan kena masalah seperti ini ya kak?”celetuk eni
            “kenapa kalian menyalahkan kakak?”jawab ana
            “ya karna semua ini salah kakak kan..”sahut ana sambil menujuk-nunjuk muka ana
 ana terancam terhenti kuliah,papa dan mamanya menegurnya dan berkata bahwa ana harus berhenti kuliah agar biaya mereka tidak habis untuk kuliah ana. ana dengan berat hati harus merelakan diri melepas kuliahnya demi kelangsungan hidup keluaranya dan sekolah adik-adiknya. keluarganya bangkrut dan mendadak miskin.
melihat kondisi sepertiitu,ana tidak tega. sekalipun dia sering di caci maki di keluarganya,namun dia sangat menyayangi keluarganya dan tidak pernah menaruh dendam.
ana berniat membantu keluarga nya untuk melunasi semua hutang-hutang keluarganya dan demi kelangsungan sekolah adik-adiknya yang sekolah di sekolah mahal di kota itu.
***
 sejak 2 hari yang lalu ana pergi meninggalkan rumah,kamarnya kosong dan jejak kakinya pun tak nampak. bi inah sudah mencarinya ke berbagai tempat,namun tak juga dia temukan gadis dengan julukan buruk rupa itu.
            “dasar anak pembawa sial,udah tau keluarga lagi kena musibah,pake acara ngilang segala” ujar Tuan irfan
            “bagus dong pa kalo kak ana pergi,kita ga perlu repo-repot mengusirnya”celetuk ani
            “justru ini akan menjadi malapetaka untuk keluarga kita ani,bagaimana jika diluar sana ana bertemu dengan salah satu rekan papa dan mama,pasti akan bertambah malu. mau di taruh di mana muka mama dan papa kalau sampai mereka tau ana itu anak kami,bisa hancur reputasi mama dan papa”jawab nyonya irma
            “yaudahlah..sebarin aja ke media ma,pa.. biar di cari sama orang-orang..”eni yang sejak tadi diam pun akhirnya angkat bicara
            “nah..ide yang bagus eni”sahut tuan irfan senang
 tak beraa lama tersebar selembaran kertas di mana-mana dengan foto ana terpajang di sana dan dengan tulisan:

“DI CARI ORANG HILANG”
keponakan saya dengan ciri-ciri cacat dan buruk rupa.
barang siapa yang menemukan,harap menghubungi nomor yang tertera.

ana yang juga membaca selembaran itu pada sebuah pohon yang dia lewati semakin miris hatinya,bagimana tidak? dia hanya di akui sebagai keponakan saja.
            “mungkin memang kehadiranku ga pernah diharapkan oleh mereka,”ujar ana pada dirinya sendiri

hari ini adalah waktu terakhir untuk keluarga ana melunasi hutang piutangnya sebelum segala harta bendanya disita oleh bank.
mobil-mobil polisi mulai berdatangan ke rumah ana dengan banyak orang-orang berjas datang membawa map menemui orang tua ana.
tuan irfan dan nyonya irma terlihat sedang memohon-mohon kepada pria berjas yang menagih hutangnya pada keluarga ana. orang tua ana memohon untuk diberikan waktu lagi untuk melunasi semua hutang-hutang mereka. namun sepertinya sudah tidak ada kesempatan lagi untuk keluarga ana,pria yang berjas itu tidak memberi sedikitpun belas kasihan untuk keluarga ana.
 line police akan segera dibentangkan untuk mengelilingi rumah ana,semua barang-barang keluarga ana sudah dilemparkan  keluar rumah oleh polisi, bi inah sudah di suruh pulang kampung oleh nyonya irma sejak tadi pagi karna mereka tidak sanggup menggaji bi inah lagi.
 ani dan eni tampak menangis menjerit-jerit karna ditarik keluar oleh polisi untuk meninggalkan kamar mereka dan segera pergi dari rumah itu. ani dan eni tidak bisa membawa boneka-boneka kesayangan mereka yang dibeli dengan branded mahal dan made in luar negeri.
 perhiasan nyonya irma pun harus terlucuti dan semua benda-benda antik dan mahal dirumah itu akan segera tertinggalkan oleh pemilikknya.
 rumah mewah yang katanya dihuni oleh orang yang tajir itu akan segera beralih tangan dan penghuninya akan menjadi calon penghuni pinggir jalanan. baju yang mewah akan segera tergantikan dengan kaos biasa yang biasa mereka sumbangkan untuk pengemis.
 saat genting dan tragis itu terjadi,tiba-tiba datang seorang lelaki dengan pakaian nya yang sera hitam dan memakai topi serta kacamata hitam ke rumah ana dan menyelonong masuk menemui tuan irfan yang tengah berdebat dan tawar menawar dengan pria berjas serta polisi yang siap menyita semua milik keluarganya.
            “tunggu pak..”ujar pria misterius itu
            “anda siapa?” jawab polisi yang siap menodongkan pistolnya
            “saya hanya mau mengantarkan titipan ini,”dengan menyodorkan amplop coklat yang isinya nampak begitu tebal
            “apa ini? anda jangan main-main”ujar polisi yang tengah curiga
            “tuan irfan,silahkan di buka”jawab pria misterius itu dengan santainya
 tuan irfan segera membuka amplop coklat itu dan terkejut melihat isi amplop yang tengah dia pegang hampir terjatuh karna syok nya. uang dengan sejumlah 5 milyar berada di depan mata tuan irfan. beliau seperti ketiban durian jatuh disaat jatuh dan tertimpah tangga.
            “ini untuk saya?”kata tuan irfan
            “iya”
 dengan segera tuan irfan menyodorkan uang itu  beserta amplopnya pada pria berjas dan polisi-polisi yang memenuhi rumahnya.
            “baiklah,jadi hutang anda lunas. anda bisa tinggal dirumah ini lagi” jawab pria berjas dan seraya mengajak semua polisi untuk pergi meninggalkan rumah yang berkediaman di jalan angsa nmor 3.
 ani dan enipun masuk kembali kerumahnya dan segera memeluk mama dan papanya,mereka tampak bahagia karna terbebas dari maut.
            “terimakasih,saya janji saya akan mengembalikan uang itu secepatnya tuan”ujar tuan irfan pada pria misterius yang sejak tadi tampak santai
            “tidak perlu repot-repot tuan irfan.”
            “maksudnya?”
 pria misterius itu mengeluarkan surat yang dia selipkan di saku celananya dan memberikanya pada tuan irfan,
            “bacakan surat ini”pinta sang pria misterius
            “baiklah”
tuan irfan mulai membuka surat yang ditulis dengan tulisan indah yang belum  pernah ia jumpai selama ini. dengan perlahan ia mulai membacakan isi surat yang di pegangnya


teruntuk keluargaku tersayang,
assalamuallaikum mama,papa dan adik-adikku,
ana turut senang karna keluarga ana bisa terselamatkan dari maut. mama dan papa tidak perlu cemas mencari ana,dan menyebarkan selembaran dengan menyebut ana sebagai keponakan kalian. bukankah ini yang kalian mau? ana pergi dan hilang dari kehidupan kalian.

MAMA ku irma yang aku sayang,mama tidak akan hipertensi lagi karna biasanya marah-marah sama aku karna aku lelet dan menyebalkan. ana bakal kangen banget sama  mama,ana kangen sama kecupan mama yang mama kasih sekali seumur hidup ana di depan nenek sewaktu nenek masih hidup. sebelum kita sejauh matahari,kita pernah sedekat nadi ma,yaitu saat aku berada di dalam rahim mama selama 9 bulan. 

PAPA,gimana pa? tidak perlu malu lagi kan? papa ga perlu gengsi lagi untuk mengadakan acara pertemuan keluarga bersama rekan kerja papa,karna memiliki anak seperti ana yang cacat dan buruk rupa. tidak ada lagi yang buat papa kesal dan memintai uang untuk bayaran kuliah,
ga ada lagi ana yang suka bikin ricuh suasana rumah,dan bikin papa emosi. dan di rumah papa ga akan ada lagi anak idiot.

adik-adikku tersayang ANI dan ENI kalian  jua tidak perlu ragu lagi untuk mengajak kawan-kawan kalian main kerumah karna takut melihat aku yang buruk rupa hingga kalian malu. oya,umur kakak sudah 20 tahun,dan kalian sekarang tidak perlu membentak-bentak kakak lagi karna kalian menganggap kakak berusia 30an tahun dengan alasan wajah kakak yang tidak kalian sukai. kakak tau,kalian malu kan punya kakak seperti ini? tapi kakak akan selalu bangga mempunyai adik-adik seperti ani dan eni. terus belajar dan berkarya ya adik-adikku.
semoga kepergianku mendatangkan kebaikan ya untuk keluarga kita.

pa.. ma..
tolong jangan beri bi inah makanan yang sudah basi,perlakukanlah bi inah seperti ani dan eni.
maaf ya selama ini udah ngerepotin kalian,hari ini ana di ruang operasi ma,pa..
ana mau jual kedua ginjal ana. ana bingung harus dengan cara apa ana membantu mama dan papa untuk melunasi hutang-hutang itu,hanya ini yang ana punya. karna selama ini ana tidak pernah berguna untuk keluarga,ana berharap kali ini ana dapat membantu keluarga ya.
ana sekaligus pamit,karna kepergian ana pasti sangat kalian tunggu-tunggu.
ana sadar kehadiran ana selama ini hanya menjadi beban dan pembawa sial untuk kalian. ana bangga memiliki keluarga seperti kalian,mungkin nanti ana akan semakin bahagia saat sudah berada di samping sang pencipta. Kalian semua harus tau, betapa ANA SANGAT MENYAYANGI KALIAN. Mungkin dengan kepergian ana, semuanya akan tenang dan rumah kita menjadi tentram. ana harap, gak akan ada lagi yang terkucilkan seperti ana. Yang selalu menangis setiap malam. Yang selalu merindukan hangatnya kekeluargaan. Mungkin dengan kepergian ini, aku akan tahu bagaimana kalian akan mengenangku, seperti aku yang selalu mengenang kalian setiap malam dengan tangisan. . . Semoga KALIAN SEMUA BAHAGIA TANPA ANA, AAMIIN.
Salam rindu penuh tangis bahagia
adelia zivana

 keluarga ana yang mendengar surat dari ana tiba-tiba menangis semua,baru kali ini mereka menangis untuk seorang ana yang selama ini mereka perlakukan dengan tidak adil.
 belum selesai mereka bersedih sedihan,pria misterius segera menunjuk pada mobil ambulance yang datang membawa jenazah ana.
 jenazah ana diturunkan dihadapan keluarganya,dan saat peti di buka,mereka tak kuasa menahan kesedihan atas kehilangannya terhadap sosok ana yang tak pernah mereka anggap ada itu.
 ana pergi dengan menginggalkan berjuta penyesalan disetiap tangis yang jatuh. Kini, ia telah tenang dan jauh dari ketidakadilan selama hidupnya. Walau air mata tengah menangisinya yang telah pergi untuk selama-lamanya. . .
The End




Tidak ada komentar:

Posting Komentar