Setajam Pisau Tumpul
“aku
terhanyut terbawa suasana malam,aku merasa kepalaku pusing-pusing dengan
berbagai pertanyaan yang ada di otakku. Aku berpikir,mengapa teman di sekolah
menjadikan aku sebagai bahan obrolan mereka setiap hari?? Dan mengapa harus
kata-kata jelek yang terlontar untukku? Apakah tidak ada yang lain?..”tanyaku
pada diriku sendiri
Ayah
dan ibu ku pun begitu,tidak berbeda jauh dengan
mereka. Lama aku berfikir,hingga tertidur karna kelelahan. Keesokan
paginya aku kembali beraktivitas seperti biasa yaitu sekolah. Setibanya di
sekolah kembali aku mendengar kata-kata yang menjadi sarapanku tiap hari.
Padahal hampir setiap hari ibuku marah-marah terhadap ku karna susah di
bangunin.” telinga ku panas…!!!!”teriak hatiku
Aku bosan mendengar semua kata-kata itu. Mungkin
karna sudah terlalu sering,sehingga aku merasa tidak nyaman.
Ketika
lonceng pulang berdentang,aku segera berlari keluar kelas dengan sekuat tenaga
tanpa mengetahui arah,aku ingin pergi dari kehidupan ku yang gelap ini. Tanpa
aku sadari,langit yang awalnya terlihat cerah berubah menjadi mendung,tak lama
hujan lebat pun turun di sertai dengan kilat dan Guntur yang bersahut-sahutan.
Aku yang terus berlari tanpa mengenal arahpun,akhirnya menghentikan langkahku
menuju sebuah rumah kecil di pinggir jalan. Ketika aku berbalik badan kearah
rumah tersebut,aku melihat sebuah kaca yang basah terkena embun air hujan,di
sana terlihat gambaran diriku,aku mulai mengamati diriku sendiri dari ujung
kaki sampai ujung rambut,”inikah aku??.. inikah seorang ila?” tanyaku pada
diriku sendiri.
Kulihat bajuku,rok,sepatu dan rambutku yang
acak-acakan,”mungkin benar kata mereka,kalau aku ini jelek,kummel,dekil,sok-sokan,suka
menghambur-hamburkan uang,yang tidak pernah ku ketahui bagaimana susahnya orang
tuaku mendapatkannya,pekerjaanku setiap hari hanyalah membolos,tidak pernah
mendengrkan nasehat orang tua dan guruku. Mungkin pantas apabila aku kerap
menjadi bahan omongan orang. Akupun menoleh kearah kanan,di sana ada seorang
ibu yang menggendong anakknya yang kedinginan,karna kehujanan. Pikiranku
melayang teringatkan ibuku,aku selalu membantah terhadap dia,membangkang,bahkan
pernah aku membentaknya. Padahal ibuku selalu menyayangiku tanpa memandang
semua perbuatan ku ini,air mata menetes satu demi satu hingga bersaing dengan
air hujan.
Aku
mulai melangkahkan kaki beranjak pergi dari depan rumah tadi,ku telusuri jalan
setapak dengan penuh penyesalan seorang diri,ku sadari,sudah 2 tahun aku tidak
naik kelas,itu karna aku terlalu bodoh. Padahal aku ini adalah anak
satu-satunya dari kedua orang tuaku,satu-satunya harapan bagi mereka,namun
apakah yang aku lakukan,justru mengacaukan semuanya,”maafkan aku..
ayah,ibu..”teriakku menantang hujan “dan mulai detik ini,aku akan berubah!!”
aku berlari kencang berharap segera bertemu dengan ayah dan ibuku untuk meminta
maaf. Setibanya di rumah,ku lihat ayah sedang memandangi gubuk nya yang hampir
ambruk karena sudah rusak,dan terkena hujan lebat pula.
Betapa
perihnya hatiku tersayat-sayat melihat penderitaan ayahku. Kulihat
ibuku,beliau sedang membereskan
perabotan dapur yang basah serta dapur yang kebanjiran karna bocor. “Ya
Tuhan..”ratap ku. “tolong hamba,apa yang harus hamba lakukan?.. hamba tidak
tega melihat semua ini!!”
Kemudian aku segera masuk kekamar,karna sudah tidak
mampu melihat semuanya. Menjelang malam,ketika ayah dan ibu sedang duduk di
atas sebuah tikaraku berencana untuk menemui mereka dan meminta maaf. Aku
teringat bagaimana ibu dulu mengajariku membuat sebuah kopi,sejenak aku
berfikir,alangkah baiknya apabila ku buatkan kopi untuk mereka berdua. Dengan
langkah yang penuh arti,ku tenteng nampan yang berisi 2 gelas kopi, dan
kusuguhkan di depan mereka.”ini yah,bu…. Kopinya. Silahkan di minum”kataku.
Sontak ayah dan ibu ku kaget dan mengucapkan namaku
dengan bersamaan “ILA!!!”
“benarkah ini engkau nak?..” Tanya ibuku keheranan
“ayah tidak sedang mimpi kan,nak?..”tambah ayahku. Aku terdiam menangis
memandangi ayah dan ibuku,kupeluk mereka erat-erat sambil berkata “maafkan aku
ayah,ibu.. maafkan semua kesalahan,kenakalan,dan kelakuan ku selama ini. Ila
menyesal sudah sering membuat ayah dan ibu kesal,marah dan durhaka”rintihku
Ayah
dan ibuku pun ikut menangis karna melihat aku
menangis.”iya nak,ayah dan ibu sudah memaafkan mu sebelum kamu minta
maaf.”jawab ayahku
Suasana
malam itu haru penuh air mata. Sejak
malam itu kami menjadi keluarga yang baru,keluarga yang penuh harapan agar
keluarga kami ini menjadi keluarga yang utuh dan bahagia.
Malampun
berganti pagi,tak seperti biasanya aku bangun lebih pagi dari biasanya dan
segera membantu ibu di dapur. Aku yang biasanya mandi bebek,kini aku mencoba
lebih rajin. Baju uyang tidak pernah aku setrika,pagi itupun ku setrika. Rambut
yang biasanya tidak pernah di sisir dengan rapi,aku ikat dengan rapi. Pagi itu
penampilanku berbeda dengan biasanya. Setibanya
di sekolah,semua teman-temanku terbelalak terheran melihatku.”kamu seperti ulat
yang telah berubah menjadi kupu-kupu ..kenapa tidak dari dulu,ila??”puji dan
Tanya milly. “terima kasih milly,ini semua juga berkat kalian semua yang setiap hari menyindirku.” Ucapku
menyindir mereka
Mereka
lalu terdiam mendengar jawabanku. Namun perubahanku ini belum menyebar ke
seluruh aktivitasku. Bagaikan ulat yang telah berubah menjadi kupu-kupu namun
belum bisa terbang. Buktiny aku di kelas masih rendah di mata pelajaran “aku
ingin menjadi orang yang pintar,aku malu selama 2 tahun duduk di kelas 1
SMK,apakah tidak ada jalan keluar agar aku bisa naik kelas?...” ujarku
“ila,kalau
kita semangat belajar,kita pasti bisajadi anak yang pintar!!”kata Bu Ina
Aku
mendalami kata-kata bu ina,sesampainya di rumah,aku langsung rajin
belajar,walaupun aku tidak mengerti apa yang sedanng aku pelajari. Karna
kepalaku sudah pusing,aku tiba-tiba teringat perkataan ayahku dulu. Ketika
ayahku sedang mengasah sabit,aku bertanya kepada ayahku,”ayah,kenapa sabit itu
harus di asah??..” tanyaku
“ila,pekerjaan
ayahkan merumput setiap harinya,jadi ayah
mengasahnya setiap hari agar tajam dan bisa di gunakan untuk
merumput,coba kalau tidak,sabit ini akan tumpul dan tidak ada gunanya sama
sekali.
Begitupun dengan kita,apabila otak kita sering di
asah maka kita akan menjadi pintar”jelas ayah
Dari
perkataan ayah tadi,aku terinspirasi untuk mengasah otakku agar aku pintar,aku melangkahkan kaki
menuju halaman belakang rumah ,ku amati
alat pengasah ayahku dari yang paling kecil hingga yang paling besar. Aku
memilihyang lebih kecil terlebih dahulu agar tidak berat,kugosokkan di kepala
sampai beberapa menit,aku menghentikannya dan bertanya,”apakah aku sudah
pintar?..” ternyata aku belum pintar juga,karna aku belum bisa berbahasa inggris. Dalam mengerjakan
soal,ku ambil kalimat “im very stupid”. Ku ambil alat pengasah yang lumayan
besar,namun belum berhasil juga karna aku masih sulit untuk menjawab
Hingga alat pengasah yang paling besar,ketika sedang asyik
menggosok-gosok kannya ke kepalaku,tiba-tiba ayah datang dan “ILA..!!”
“Ada apa ayah?”tanyaku
“apa yang sedang kamu lakukan terhadap alat pengasah ayah?..”
Tanya ayah dan mengambil alat-alatnya itu dari tanganku.
“em.. aku tidak sedang melakukan apa-apa ayah,aku hanya sedang
mempraktikkan apa yang pernah ayah katakana kepadaku,ingatkah ayah? Dulu ayah
pernah berkata kepadaku,kalau otak kita sering di asah,maka kita akan menjadi
pintar,ila ingin pintar ayah.”
“ya ampun ila,maksud dari perkataan ayah,apabila kita rajin
belajar,maka otak kita akan pintar. Bukan mengasahnya dengan menggunakan alat
pengasah sabit ayah.”
“o.. begitu? Kenapa ayah tidak bilang sejak dulu?”gerutuku
Dalam hatiku
tertawa terbahak-bahak menertawakan diriku sendiri. karna malu,aku segera
beranjak masuk ke kamar untuk belajar. Mulai ku tekuni pelajaran yang ada di
sekolah,aku ingin pintar seperti teman-temanku yang lain,aku ingin mengejar
cita-citaku,walaupun hanya mengandalkan ijasah SMK, seperti teman-temanku yang
sudah lulus.
Aku ingin
membahagiakan orang tuaku,karna hany aku satu-saatunya harapan mereka. Hari
demi hari kuseriusi demi menantang masa depanku,dengan penuh semangat, dukungan
dari orangtua,dan tak lupa di sertai denga doa,aku terus menelusuri
hidupku,hanya satu yang ada di pikiran ku,”SUKSES,SUKSES DAN SUKSES!!”
Tak aku
hiraukan usia ku sekarang. Yang aku pikirkan,bagaiman agar aku bisa menjadi
orang sukses. Aku merasa jenuh selama 2 tahun duduk di bangku kelas
sepuluh,namun.. begitu banyak hambatan bagiku,seperti harus mendaki gunung yang
penuh ranting-ranting tajam,untuk mencapai puncak gunung yang melambangkan
kesuksesan. Berbagai hal harus ku lalui,seperti siksaan batin yang terus aku alami karna harus melihat kedua
orang tuaku yang semakin hari semakin di makan usia,usaha dan penghasilan
mereka pun minim,hanya cukup untuk makan sehari,itupun kalau ada rejeki,kalau tidak
bagaimana?
Keesokan
harinya,setelah pulang sekolah,aku tidak langsung pulang keruah,melainkan pergi
ke hutan. Di sana aku mencari berbagai macam bunga yang dapat ku rangkai,dan di
jual,berbagai kretifitas kutuangkan agar berbagai bunga yang awalnya
biasa-biasa saja dapat berubah menjadi bunga yang luar biasa bagusnya,agar
harga jualnya pun tinggi. Setelah semuanya selesai,kulihat matahari menunjukkan
pukul 14.00 WIB.
“ah masih siang,lebih baik aku ke pasar dulu untuk menjual
bunga-bunga ini,”pikirku
Sesampainya di pasar,aku mulai memilih tempat untuk
berjualan,selanjutnya mulai kutawarkan bunga-bungaku.
“bunga.. bunga……”dengan paduan seni berkali-kali “berkli-kali ku
promosikan bungaku.. syukurlah akhirnya bungaku laku juga,walaupun tidak
semua.”syukurku,kemudian selagi di pasar,uang hasil penjualan bungaku ku
tersebut aku gunakan untuk membeli beras dan sayuran untuk ibu di rumah.
Aku tiba di
rumah pukul 17.25 WIB,ternyata ibu sudah cemas mencariku.
“ila.. dari mana saja kamu nak? Jam segini baru pulang”Tanya ibu
cemas
“maaf ibu,ila tadi pergi
ke pasar dulu,menjual bunga-bunga yang ila dapat dari hutan. Ini ila belikan
beras dan sayuran untuk makan malam nanti.”jawabku
Kemudian ibu memelukku erat-erat sambil menangis dan
berkata”maafkan ibu nak,ya ng tidak bisa membuat hidupmu bahagia”
“ibu.. ila yang minta maaf ,karna ila,ayah dan ibu jadi repot. “
Hari
selanjutnya,aku mencari bunga-bunga lagi dank u jual di pasar,setelah pulang
sekolah. Seperti hari sebelumnya,setiba di pasar mulai ku tawarkan
bunga-bungaku. Dengan perut keroncongan dan tenggorokan kering,kulontarkan
suaraku. Anehnya,hari itu bungaku laku semua. Betapa senang hatiku,namun satu h al yang sedikit membuat
ku sedih,teman-temanku yang kebetulan
main ke pasar mengejek,menghina
dan mengolok-olokku. Berbagai perkataan dari mulut mereka hanya aku biarkan
saja,ku anggap semua itu angin yang berlalu.
Aku pulang
dengan perasaan senang,dan tidak dengan tangan hampa pastinya.ketika aku
pulang,dengan membawa beberapa kantong plastik,terlihat senyum yang sangat
membahagiakanku,dari bibir ibuku.hari demi hari terus kulalui dengan penuh
semangat,dan terus menjual bunga-bunga hutan di pasar. Semakin hari,kini
semakin aku perbanyak macam motif dan jenis bunga yang kurangkai,dan hasilnya
pun sangat memuaskan.
Selama
bertahun-tahun,aku melakukan berbagai penjualan bunga tanpa mempengaruhi focus
belajarku. Prestasiku pun menigkat drastic bagaikan pesawat roket yang melesat
ke angkasa.
Ku tekuni semua ini hingga aku dapat membuka sebuah toko bunga
kecil di depan rumah,uang hasil dari penjualan bunga,selain aku gunakan untuk
biaya sekolah,juga aku gunakan untuk membenahi rumahku yang sudah rusak. Dari
kios bunga yang kecil,aku dapat memperbesar kiosku dan memiliki beberapa
karyawan. Tidak kusangka,aku yang
dulunya bodoh,kini dapat menjadi seorang guru. Kini orang tuaku hanya duduk
manis di rumah menikmati hari tuanya “kasihan mereka dulu,mereka bersusah payah
demi aku,kini sepantasnya mereka menerima nya,walaupun tidak sebanding dengan
apa yang telah mereka berikan untukku.”ujarku
“im very stupid”
dan
Akhirnya hal itu dapat aku pecahkan,”mengapa setiap orang yang
aku Tanya “im very stupid’ tidak menjawab nya. Karna apabila mereka
menjawab,samasaja itu mereka merendahkan harga diri mereka sendiri. Karna
artinya,”saya sangat bodoh”.
Kemudian hasil dari semua orang-orang heran terhadapku,gadis cupu
yang bodoh bisa menjadi seorang guru matematika.
” Hal ini aku pastikan tidak terulang pada
murid-muridku kelak.”harapku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar